INVESTASI
ANAK KAMPUNG
Safri Ishak
KELEKAK
Masa
kecil saya sampai kelas satu SMP saya habiskan di kampung halaman saya di
Muntok, Bangka. Di
kampung saya ada istilah “kelekak”, kelak untuk ekak, yang artinya nanti untuk kamu.
Kelekak berupa kebun yang ditanam dengan pohon
tahunan, sehingga hasilnyapun baru bisa dinikmati beberapa tahun kemudian,
kadang kadang yang menanam pohon tidak sempat menikmati hasilnya. Yang
menikmati malah anak cucunya sehingga timbul istilah Kelekak, nanti hasilnya
untuk kamu anak cucuku. Biasanya Kelekak merupakan warisan turun temurun dari
moyang, kakek atau ayah.
Kelekak merupakan investasi cara kampung
dengan modal sebidang lahan, ditanami pohon buah buahan dan hasilnya bisa
dikonsumsi sendiri atau dijual.
Kami punya kebun di Kampung Baru, warisan dari
Moyang atau Buyut, di kebun ada pohon durian, manggis, petai, jambu air,
rambai, sokak alias melinjo, pisang, cempedak, rambutan, rukam, nenas, ubi kayu
dan lain lain. Disamping bertanam secara konvensional dari biji, Ayah membuat
okulasi pohon rambutan dan pohon petai agar pohon lebih cepat berbuah dan
buahnya sesuai dengan buah pohon induknya.
Menanam pohon adalah perbuatan mulia, kita
tanam dari biji atau bibit yang masih kecil, tumbuh dan berbuah, tanpa terasa,
lalu tumbuhan dinikmati beragam mahluk hidup, cacing, semut, rayap, serangga
lainnya, burung, manusia ditambah lagi dengan oksigen yang dihasilkan, tempat
berteduh dan lain lain. Sampai Ayah meninggal dunia, sebagian pohon yang
ditanam Ayah masih ada, mudah-mudahan menjadi amal jariah, investasi yang
berkelanjutan sampai akhir zaman.
Gambar 3.1 - Pohon Manggis, foto oleh Safri Ishak Muntok,
Bangka Maret 2008.
.
Gambar 3.3 - Buah Manggis dan buah Tampoi, foto oleh Safri
Ishak, Muntok, Bangka Maret 2010.
Selain sebagai kebun, kelekak merupakan tempat
atau sarana bagi kami untuk mencintai alam, belajar bercocok tanam, mengenal
flora dan fauna. Selain itu juga membangun kesadaran untuk berinvestasi yaitu
punya modal berupa lahan atau ilmu bercocok tanam yang Insya Allah berguna
untuk orang banyak termasuk anak cucu dan alam sekitar.
Tahun 1961 ikut orang tua merantau ke Jakarta
sehingga hilang kesempatan untuk berkebun, tetapi suatu saat saya ingin sekali
memiliki kebun. Cuma kalau di Jakarta susah sekali untuk mendapatkan kebun, ada
juga kebon kacang tapi tidak ada yang menanam kacang.
Tahun 1975 saya masuk Caltex di Bagian
Computer Services, waktu itu sering belajar dan mengobrol dengan salah satu
senior saya Almarhum Pak Jurnalis Hasan Basri yang kebetulan suka berkebun.
Suatu hari saya diajak beliau melihat salah
satu kebunnya di daerah Simpang Panam. Kebun tersebut ditanam pohon nenas dan
rambutan. Kebetulan pada waktu itu lagi musim rambutan Binjai sehingga puas
makan buah rambutan dan dibawa pulang buat oleh-oleh. Alhamdulillah.
Kebun Pak Jurnalis luas sekali sekitar 15
hektar dan kebetulan di sebelahnya ada lahan yang mau dijual dengan luas
sekitar tiga setengah hektar. Teringat kelekak di kampung saya ingin sekali
membeli lahan tersebut tetapi sebagai karyawan junior uang tabungan belum
cukup. Barangkali merasa iba Pak Jurnalis berkata sudah ambil saja
kekurangannya saya tutup dulu. Alhamdulillah mimpi saya punya kebun terwujud.
Untuk pembatas kebun di sekeliling kebun
dibuat parit dengan lebar 40 cm dan dalam 40 cm kemudian di pinggir parit
ditanam pohon sawit sebagai pagar hidup dengan jarak sekitar 25 meter.
Saya mencoba menanam sayur tetapi hasilnya
tidak kelihatan, dari pengalaman saya kalau kita mau bertani atau beternak maka
harus sering dimonitor, padahal jarak dari rumah ke Simpang Panam agak jauh
sehingga paling-paling kebun dipantau sebulan sekali saja dan tidak jadi
berkebun.
Gambar 3.3 - Simpang Panam, Pekanbaru, 1980.
Menjelang tahun 2000 kebetulan daerah Simpang
Panam masuk ke dalam perluasan kota Pekanbaru dan kena proyek pembuatan
sertifikat hak milik gratis dari Pemda. Kebun seluas 3,5 hektar dibagi menjadi
17 SHM dan diantara kaveling sudah dibuat jalan lingkungan.
Selain UNRI di sekitar Simpang Panam dibangun
kampus IAIN dan proyek AKAP juga sudah mulai dikerjakan. Kabarnya waktu itu
jalan Simpang Panam akan menjadi jalan utama bus antar kota antar provinsi dari
Sumbar ke terminal AKAP Simpang Panam.
Dengan
semakin berkembangnya daerah ini, kami semakin rutin paling-tidak dua minggu
sekali meninjau kebun dengan rute Rumbai, Kedai Kopi Kim Teng, Kebun dan makan
siang di rumah makan Melayu di pinggir sungai Kampar ke arah Sumbar.
Saya
pensiun dari Caltex tanggal 1 Juli 2004 dan Alhamdulillah tiga bulan sebelum
pensiun kebun ditawar dan dibeli oleh salah satu anggota Keluarga Surya Dumai.
Gambar 3.4 - Simpang Panam, Pekanbaru, 1980.
Bagi saya yang seumur-umur lebih kurang 35
tahun bekerja sebagai buruh dan tidak punya bakat pengusaha, pengalaman
berinvestasi di bidang tanah atau lahan ini cocok buat saya.
Jangan takut membeli tanah yang lokasinya agak
dipinggiran karena lama kelamaan akan ramai juga karena jumlah tanah tidak
bertambah sedangkan jumlah penduduk terus bertambah dan permintaan akan tanah
terus bertambah. Kalau kita pikir-pikir di tahun 1977 siapa yang menyangka
Simpang Panam akan seramai sekarang.
Setelah
pensiun, saya balik ke Jakarta dan tinggal di rumah
HOP di Tebet sekaligus walaupun tidak langsung investasi tanah juga. Kebetulan
saat itu rumah yang satunya lagi sedang dibangun sehingga ikut mengawasi
tukang. Rumah sedang dibangun ini diberi nama Puspa Krismon, ceritanya waktu
masih bekerja saya ikut Saving Plan dan ketika krisis moneter tahun 1998 Saving
Plan saya cairkan dan langsung beli rumah tua sekaligus investasi tanah di
Tebet. Kebetulan adik ipar profesinya sebagai developer rumah dan pengusaha
laundry. Dari mulai dibeli, rumah dipakai buat workshop laundry dan menjelang
saya pensiun rumah tua dibongkar dan mulai membangun Puspa Krismon. Karena yang
membangun adik ipar maka biaya material dan upah tukang dihitung berdasarkan
harga pokok. Saya jadi mandor bangunan sekitar tiga bulan, rumah selesai
langsung pindah dan lanjut jadi tukang kebon selama tiga bulan, membenahi taman
dan menanam pohon buah.
Karena adik ipar terlalu sibuk dengan usaha
membangun rumah, lalu saya menawarkan diri untuk ikut membantu mengurus usaha
laundry yang juga mulai banyak pelanggannya, mulai dari pakaian sehari hari,
cucian linen dan seragam hotel serta cucian seragam pabrik. Kebetulan waktu di
Caltex saya banyak berkawan dengan teman teman di bagian Accounting, maka saya
mulai membenahi bagian Administrasi baik manual
system maupun computer systemnya.
Saya mulai dengan Accounting System, kemudian HR System, Inventory System,
lanjut dengan Front Desk Order System untuk menerima order cucian dan mencatat
pembayaran, kemudian Managerial Reporting System. Walaupun masih kecil-kecilan
tetapi systems tersebut sudah bisa
dijadikan dasar untuk menunjang operasi laundry.
Computer
system menggunakan
Microsoft Excel sebagai database dan Excel Macro untuk aplikasinya, kebetulan
waktu di Caltex saya sering diminta untuk membuat excel macro dan sempat
memberikan Excel Macro training untuk rekan-rekan Accounting, HR dan
Production.
Di penghujung tahun 2004 laundry mengontrak
bangunan di pinggir Jalan Soepomo hampir lima tahun. Sementara itu saya
melanjutkan hobi saya investasi tanah, saya beli lahan di daerah Jatikramat
Bekasi. Bekerja sama dengan adik ipar kami membangun tuko dan town houses
dengan sistem bagi hasil. Modal tanah dan bangunan disisihkan, lalu sisanya
bagi dua, simpel dan sederhana.
Karena mengontrak bangunan tiap tahun
bertambah mahal dan lokasi workshop yang terlalu dekat dengan pemukiman warga,
adik ipar saya membeli lahan di pinggir jalan Jatikramat. Sedangkan saya
membeli lahan di seberang jalan agak ke dalam yang lebih murah harganya. Tepat
di belakang lahan ada pemakaman umum dan disamping kiri ada tanah wakaf untuk
makam serta sekitar 40 meter ada kali yang cukup besar. Lokasi yang cukup ideal
untuk membangun workshop laundry,
jauh dari pemukiman dan dekat dengan saluran air.
Sebelum semua kegiatan operational workshop
dipindah ke Bekasi, laundry memakai salah satu ruko untuk temporary workshop dan memindahkan sebagian pekerjaan laundry
utamanya seragam pabrik ke ruko. Dalam waktu bersamaan workshop dan kantor baru dibangun di Jatimekar dan dinamai JM1
(Jatimekar 1). Setelah JM1 selesai, operasional workshop dan kantor Soepomo dipindah ke JM1. Disusul memindahkan sarana workshop Soepomo untuk membangun workshop JM2 (Jatimekar 2). Setelah Workshop JM2 selesai maka operational
temporary workshop dipindahkan ke JM2. Sumber energi utama laundry adalah
uap, sehingga memerlukan mesin boiler
untuk menghasilkan uap atau steam
bahan bakar. Di JM1 memakai gas (CNG) dan di JM2 menggunakan kayu bakar lebih
murah biayanya.
Laundry yang semula menyewa gedung untuk
workshop menjadi memiliki dua workshop. Biaya pembelian lahan dan bangunan
dicicil dari laba produksi.
Lahan JM2 agak luas sehingga sebagian
dialokasikan untuk program HOP sebanyak lima rumah agar tempat tinggal para
manager dekat dengan workshop sehingga
setiap saat bisa langsung ke workshop
seandainya dibutuhkan.
Untuk melayani cucian hotel dan cucian
karyawan perusahaan yang sedang training di lokasi Jakarta, laundry menambah
satu workshop yaitu LBB workshop di daerah Lebak Bulus dengan
sistem bagi hasil. Investor menyediakan sarana workshop, pihak laundry menyediakan SDM dan menjalankan operational workshop, keuntungan dibagi
dua antara investor dengan pemilik laundry.
Salah satu langganan laundry adalah pabrik
makanan yang dibuat dengan bahan daging ayam, mulai menyembelih, membersihkan,
memotong-motong sampai memasak ayam dikerjakan di pabrik. Laundry dipercaya
untuk mencuci seragam dan baju kerja karyawan sebanyak lebih kurang 1.500
hingga 2.000 pcs per hari. Agar dekat dengan lokasi pabrik yang berada di
Cikupa, Banten, maka laundry berencana membangun workshop di Serang, Banten,
sambil mengembangkan usaha ke arah Cilegon. Kebetulan sekali kesempatan bagus
bagi saya untuk meneruskan hobi berburu tanah murah. Untuk lokasi workshop kami
mendapat lahan di pinggir jalan Raya Serang-Pandeglang km 13 desa Sukaindah.
Sayangnya workshop karena satu dan lain hal setelah beroperasi selama lima
tahun, kemudian operational workshop digabung lagi ke JM2.
Bangunan workshop seluas 200 m2 kosong dan
diberikan kepada saya, kebetulan dua tahun belakangan ini marak mini market
sampai ke desa desa, stock mini market disuplai atau didistribusikan oleh
perusahaan logistik. Nah perusahaan logistik ini perlu gudang sebagai temporary
warehouse. Pas ada gudang kosong jadi mereka mengontrak selama dua tahun.
Alhamdulillah, lahan seperti biasa dalam tujuh tahun harganya meningkat enam
kali lipat, karena penduduk bertambah dan bisnis berkembang ke desa.
Desa Sukaindah dan sekitarnya seperti Desa
Panyirapan dan Desa Sidamukti banyak lahan kebun durian dan duku serta area
persawahan. Saya memilih membeli sawah daripada kebun, hasil kebun kalau lagi
musim berbuah repot menjaganya, tetapi kalau sawah setahu saya lebih aman
karena sawah per petaknya tidak terlalu luas dan dua tiga petak digarap oleh
satu petani sehingga banyak yang menjaga.
Bagian sawah yang kering misalnya galangan
sawah dan tanah yang agak tinggi dari irigasi bisa ditanam singkong atau pisang
atau palawija.
Gambar 3.5 - Desa Sidamukti.
Gambar 3.6 - Desa Sidamukti.
Kebetulan di Desa Sidamukti saya punya kenalan
pensiunan guru namanya Pak Dulatip. Rumahnya di pinggir sawah, Pak Dulatip yang
mengawasi sawah. Hasil sawah setelah dipotong ongkos bibit dan pupuk dibagi dua
antara petani penggarap dengan pemilik tanah. Setengah bagian pemilik sawah
dibagi dua antara istri Pak Guru dengan istri saya. Pak Dulatip dan saya tidak
kebagian. Memang sawah ini investasi mirip Kelekak, kelak untuk ekak, nanti
hasilnya buat kamu, bukan untuk saya.
Sawah
di Desa Sidamukti merupakan sawah tadah hujan sehingga masa tanam dan panen dua
kali dalam setahun.
Gambar 3.7 - Desa Sidamukti.
Gambar 3.8 - Desa Sidamukti.
Usaha laundry selama masa pandemi ini kena
dampak juga, revenue turun dari 100
persen menjadi 75 persen atau turun 25 persen. Semua pekerjaan dilakukan di
satu workshop saja yaitu JM2 dengan bahan bakar kayu bakar, lower cost. Sebagian karyawan bekerja half time dengan kompensasi 75 persen upah. Workshop
beroperasi tiga shift, revenue dari cucian rumah tangga turun
menjadi 50 persen, untungnya bisa dibantu dengan cucian pabrik (farmasi, susu
bubuk dan makanan) yang tetap beroperasi.
Kinerja laundry diukur dengan salah satunya
adalah ratio laba (setelah revenue dikurangi biaya produksi) dibagi
revenue dengan target 40 persen.
Misalnya revenue 100 juta, biaya produksi (termasuk upah team produksi) sebesar
60 juta, maka laba = 100 juta dikurang 60 juta = 40 juta, ratio laba terhadap revenue = 40 juta dibagi 100 juta = 40 persen.
Biasanya sebelum pandemi dievaluasi sebulan
sekali, tetapi dua bulan terakhir dievaluasi setiap hari untuk menghindari
biaya yang tiba-tiba melonjak. Sebelum Lebaran terjadi lonjakan biaya THR
sehingga harus diprorata per hari agar trend lebih smooth. Masih untung THR bisa dibagi tepat waktu dua minggu sebelum
Lebaran, dana THR dikumpulkan setiap bulan sehingga ketika tiba waktunya
Alhamdulillah dana THR sudah tersedia. Setiap hari dimonitor apa yang terjadi
seandainya revenue harian turun atau
biaya harian naik, lalu dilakukan corrective
actions.
Gambar 3.9 - Chart Trend Ratio Laba terhadap
Revenue (Omzet).
Forecast
Revenue dan Biaya
dihitung berdasarkan actual revenue
dan biaya hari yang sama, omzet dan biaya hari Sabtu tanggal 30 May sama dengan
rata rata omzet dan biaya hari sabtu tanggal 2, 9, 16 dan 23.
Kebetulan sesuai anjuran Pemerintah, laundry
menganjurkan kerja dari rumah untuk karyawan yang tidak terlibat langsung
dengan bagian produksi, sehingga saya WFH sejak awal March, hemat waktu bolak
balik ke Bekasi dan ada waktu untuk berjemur.
Selain mengambil dan mengantar cucian hotel
dan pabrik, laundry mengoperasikan beberapa counter tempat pelanggan mengantar
dan mengambil cucian sehari hari. Dua kali sehari ada kendaraan operational laundry yang mendatangi
seluruh counter untuk mengantar cucian bersih dan mengambil cucian yang baru
masuk. Counter-counter tersebut ada
yang disewa laundry dan ada juga berdasarkan
sistem bagi hasil dengan pemilik counter sebesar 20 persen dari
pembayaran yang dilakukan para pelanggan.
Kebetulan garasi mobil disamping rumah di
waktu pagi sampai sore hari kosong sehingga bisa dipakai untuk counter, lumayan pendapatan bagi hasil
cukup untuk beli pulsa listrik dan telepon.
Kebetulan yang lain, tiga tahun setelah pensiun
ada kawan yang menawarkan men-develop excel macro untuk salah satu perusahaan
retail besar di Indonesia. Perusahaan tersebut menggunakan SAP salah satu
aplikasi komputer yang banyak dipakai perusahaan besar, menggunakan Oracle
sebagai database. Sama seperti rekan-rekan di Caltex men-download data dari main frame
dalam format excel lalu membuat Adhoc Reports dan Managerial Reports dengan
menggunakan Excel Macro. Kebetulan requirement
perusahaan retail ini mirip sehingga klop lah dengan background dan hobi saya. Ada saja permintaan dari staf perusahaan
tersebut untuk membuat macro, yang paling sering di antaranya membuat report by distributor, lalu mengirim
report tersebut ke masing masing distributor. Bayangkan saja kalau ada 100
distributor dan setiap minggu harus membuat report dan mengirim secara manual.
Bagi para programmer yang biasa membuat macro, caranya cukup sederhana baca
input yang didownload dari SAP, buat report
by customer, kemudian kirim report tersebut lewat Outlook dengan
menggunakan interface antara Excel
dengan Outlook. User cukup mengklik satu icon atau command button, report di-generate
oleh macro dan dikirim ke masing masing distributor. Barangkali tidak banyak
lagi programmer seangkatan saya yang masih membuat computer program, manusia
langka.
Alhamdulillah, Allah subhaanahuu wa ta’aalaa
memberikan banyak kebetulan dalam perjalanan hidup saya semoga amal yang saya
lakukan bermanfaat buat banyak orang dan mahluk lainnya.
Satu hal yang baru saya sadari bahwa investasi
itu bukan hanya benda tapi juga ilmu apapun ilmunya yang sering kita dapat
secara gratis, saya dapat ilmu IT, Financial dan Managerial gratis dari Caltex.
Hobi saya berkebun, bercocok tanam dan berinvestasi tanah saya dapat gratis
dari kebijakan lokal Kelekak, kelak untuk ekak, kelak hasilnya untuk kamu,
Investasi Anak Kampung.
Sejak kecil
dibesarkan di Kampung Ulu, Muntok,
Bangka dan di lingkungan CPI di Rumbai,
Safri Ishak memulai karir
di CPI sebagai programmer pada
Bagian Electronic Data Processing di tahun 1975. Ia
pernah bekerja di Bagian
Procurement & Material Control sebelum kembali lagi ke bidang IT hingga pensiun di tahun 2004. Sekalipun terus bergelimang dengan data-data komputer,
ia mengisi waktunya luangnya dengan bercocok-tanam.
Hobinya itu terus berlanjut hingga pindah ke Jakarta. Kini ia mengelola
bisnis laundry. |